Minggu, 11 Mei 2014

Legenda Bujang Sambilan sejarah Danau Maninjau




Assalamualaikum wr wb.
Hi sobat berinfo. Izinkan kali ini saya memberikan sebuah tulisan yang berasal dari daerah sumatera Barat tepatnya Maninjau tempat saya lahir .. hehehe :D

Judulnya Sejarah Danau Maninjau atau bisa di sebut legenda Bujang Sambilan “Bujang Sembilan” atau “Sembilan Pemuda”. Penasaran? Yuk mari kita ikuti storynya di bawah ini :D

Menurut kisah yang telah beredar di masyarakat danau maninjau , dahulu kala di Sumatera Barat ada sebuah gunung berapi tinggi bernama Gunung Tinjau, di puncaknya terdapat kawah yang luas dan di kaki gunung terdapat beberapa perkampungan.
Di salah satu perkampungan di kaki Gunung Tinjau, tinggal sepuluh orang bersaudara yang terdiri dari sembilan lelaki dan seorang perempuan. Penduduk sekitar biasa memanggil mereka Bujang Sembilan. Bujang Sembilan yang artinya Sembilan Pemuda, mereka bersaudara dengan kakak tertua bernama Kukuban dan mempunyai adik bungsu bernama Siti Risani. Kegiatan sehari-hari mereka ialah bertani, mereka dibimbing oleh paman mereka yang bernama Datuk Limbatang, yang akrab mereka panggil Engku.
Suatu hari Datuk Limbatang bersama istri dan anaknya bernama Giran berkunjung ke rumah Bujang Sembilan yang merupakan kemenakan Datuk Limbatang.
Sampai di rumah Bujang Sembilan, Giran melihat sosok Sani bagaikan bidadari yang turun dari langit tanpa sayap membawa sejuta harapan yang meluluhkan hati Giran, begitu juga Sani yang melihat sosok Giran bagaikan pangeran yang siap mendampingi dirinya. Sani dan Giran-pun merajut jalinan asmara, mereka saling mengungkapkan perasaan  yang berbunga-bunga tersebut. Sejak saat itu mereka berdua menjalin hubungan kasih. Awalnya mereka menyembunyikan hubungan mereka. Namun bangkai mati-pun yang tak nampak wujudnya akan tercium juga, akhirnya mereka berterus terang kepada keluarga masing-masing karena dikhawatirkan terjadi fitnah.
            Musim panen pun telah tiba, masyarakat setempat merayakannya dengan perhelatan hebat yaitu adu ketangkasan bermain silat. Tak ketinggalan Kukuban dan Giran ikut serta dalam perheletan besar tersebut. Pada hari yang ditentukan, para peserta berkumpul dilapangan dan menyiapkan diri untuk bertanding. Kukuban mendapatkan urutan pertama dan berhasil mengalahkan lawannya. Tak disangka lawan berikut Kukuban ialah Gani.
            Pertarungan pun dimulai, Kukuban dan Gani saling baku hantam dan mengeluarkan jurus-jurus andalan yang mereka miliki. Kukuban terus membuat serangan terhadap Gani, ketika Gani  tertekan Kukuban melayangkan suatu tendangan keras namun ditangkis oleh Gani. Namun apakah yang terjadi ? penonton dibuat tercengang olehnya, Kukuban teriak kesakitan karena kakinya patah. Akhirnya Kukuban dinyatakan kalah dari petarungan dan merasa dipermalukan oleh Gani. Disaat yang sama Kukuban  menyimpan dendam karena merasa dipermalukan oleh Gani dalam pertarungan tersebut.
            Beberapa bulan kemudian dendam Kukuban yang telah terpendam lama itu akhirnya terungkap. Saat malam hari Datuk Limbatang bersama istri niat untuk membicarakan pernikahan Gani dengan adiknya Sani. Malam itu menjadi malam yang menegangkan karena terjadi cek-cok antara Datuk Limbatang yang sabar mengahadapi sikap Kukuban. Dan malam itu sungguh mengecewakan Gani dan Sani yang tidak jadi menikah karena Kukuban tidak merestuinya.
            Keesokan harinya, Gani dan Sani bertemu di tempat biasanya, yakni di sebuah ladang di tepi sungai, untuk merundingkan masalah yang sedang mereka hadapi. Setelah berunding, dengan perasaan kalut Sani beranjak untuk pulang, namun naas sial nasibnya karena duri menancap di sarung dan melukai pahanya. Berniat menyembuhkan luka Sani, Gani terkena fitnah oleh masyarakat diantaranya Kukuban yang ternyata diam-diam mengintai mereka dari balik pepohonan. Warga geram melihat perbuatan tersebut dan membawa mereka berdua untuk di sidang adat. Dalam persidangan, Gani dan Sani melakukan pembelaan yang dibantu Datuk Limbatang, namun usaha mereka sia-sia karena akhirnya dijatuhkan hukuman agar kampung tersebut terhindar dari malapetaka.
            Mereka (Gani & Sani) diarak warga menuju puncak Gunung Tinjau. Sampai dipinggir kawah, tangan dan dan mata mereka ditutupi kain hitam. Namun sebelum mereka diterjunkan, mereka diberikan kesempatan untuk menyampaikan permintaan terakhir. Disaat ini lah Gani bersumpah bila dirinya benar melakukan perbuatan itu maka Tuhan akan menghancurkan tubuhnya, jika tidak maka gunung tersebut akan meletus dan mengahncurkan pemukiman warga.
            Akhirnya mereka diterjunkan ke kawah gunung, warga yang menyaksikan khawatir akan perkataan terakhir Gani tadi. Selang beberapa saat mereka tenggelam, tiba-tiba gunung itu bergetar kemudian mengeluarkan larva yang meluluh lantakan seluruh perkampungan dan tidak ada satu orang yang tersisa dan akibatnya terbuat sebuah cekungan yang bisa menampung air dan jadilah danau yang di sebut Danau Maninjau.
            Demikian legenda Bujang Sembilan yang konon merupakan asal-uslu Danau Maninjau. Akibat letusan Gunung Tinjau tersebut menjadikan suatu kawah yang lama-lama menjadi besar hingga menjadi danau yang disebut Danau Maninjau. Legend ini mengandung pesan moral di dalamnya, yakni kita sebagai manusia tidak boleh menyimpan dendam yang nantinya bisa membawa kesengsaraan bagi orang lain atau diri kita. Sekali hati berkarat maka sulit untuk di pulihkan kembali.

Ok, gimana sobat berinfo menarik bukan? Tentu! Apalagi kalau kalian bisa menyaksikan sendri Danau Maninjau. Pasti kalian akan betah.. bebebe:D
salam

0 komentar:

Posting Komentar